1. Penduduk Miskin
Untuk
mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on
Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Worldbank.
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur
dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
2. Garis Kemiskinan (GK)
Garis
Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik
kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan
makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket
komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian,
umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan,
buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Garis
Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk
kebutuhan non-makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di
perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM
GK
= Garis Kemiskinan
GKM = Garis
Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non
Makan
Teknik penghitungan GKM
- Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference
population) yaitu 20% penduduk yang berada di atas Garis Kemiskinan
Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk
kelas marginal. GKS dihitung berdasarkan GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan
inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini, kemudian dihitung Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
- Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari
52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi, yang
kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Patokan
ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai
pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga
rata-rata kalori dari 52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah :

Selanjutnya
GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100
terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk
referensi, sehingga :

- Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai
kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang
meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Pemilihan jenis
barang dan jasa non-makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari
tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada
periode sebelum tahun 1993, komoditi non-makanan terdiri dari 14 komoditi
di perkotaan dan 12 komoditi di perdesaan. Kemudian sejak tahun 1998,
terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub
kelompok (47 jenis komoditi) di perdesaan. Nilai kebutuhan minimum per
komoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio
pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran
komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas Modul Konsumsi.
Rasio tersebut dihitung berdasarkan hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan
Dasar (SPKKD) 2004, yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran
konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci
dibandingkan data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum
non-makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

3. Persentase Penduduk Miskin
Head
Count Index (HCI-P0) adalah persentase penduduk yang
berada di bawah Garis Kemiskinan (GK).
Rumus Penghitungan :
Dimana :
α = 0
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per
kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ....,
q), yi < z
q = Banyaknya penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan.
n
= jumlah penduduk.
4. Indeks
Kedalaman Kemiskinan
Indeks
Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran
penduduk dari garis kemiskinan.
Rumus
Penghitungan :
Dimana :
α = 1
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per
kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ....,
q), yi < z
q = Banyaknya penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan.
n
= jumlah penduduk.
5. Indeks
Keparahan Kemiskinan
Indeks
Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai
indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Rumus Penghitungan :
Dimana :
α = 2
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per
kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ....,
q), yi < z
q = Banyaknya penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan.
n
= jumlah penduduk.
6. Gini Ratio
Dalam
mengukur tingkat ketimpangan di Indonesia, BPS menggunakan data pengeluaran
sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Gini ratio adalah
salah satu ukuran ketimpangan pengeluaran yang digunakan. Nilai gini
ratio berkisar antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai gini ratio yang
semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi.
7. Ukuran Bank Dunia
Ukuran
Bank Dunia adalah salah satu ukuran ketimpangan yang mengacu pada persentase
pengeluaran kelompok 40 persen penduduk terbawah. Adapun kriteria tingkat
ketimpangan berdasarkan Ukuran Bank Dunia adalah sebagai berikut :
- Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk
terendah lebih kecil dari 12 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan
tinggi.
- Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk
terendah antara 12 sampai dengan 17 persen, maka dikatakan terdapat
ketimpangan moderat/sedang/menengah.
- Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk
terendah lebih besar dari 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan
rendah.
Kemiskinan dihitung dengan menggunakan data yang bersumber dari hasil
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran (Modul
KP) periode Maret dan September.
1. Cakupan
Susenas Maret mencakup 300.000 rumah tangga, sedangkan Susenas September
mencakup 75.000 rumah tangga. Level estimasi Susenas Maret sampai dengan
kabupaten/kota, sedangkan level estimasi Susenas September sampai dengan
provinsi. Sampel dipilih secara acak dan tersebar di 34 provinsi dan 514
kabupaten/kota di Indonesia.
2. Kerangka Sampel
Kerangka sampel induk kegiatan Susenas adalah sekitar 180.000 blok
sensus (25% populasi) yang ditarik secara PPS dengan size rumah tangga SP2020
dari master frame blok sensus.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara terhadap rumah
tangga yang terpilih sebagai sampel dengan menggunakan kuesioner Konsumsi dan
Pengeluaran.
Periode referensi untuk konsumsi makanan adalah seminggu sebelum
pencacahan. Sementara itu, periode referensi untuk konsumsi non-makanan adalah
sebulan yang lalu, setahun yang lalu maupun keduanya.
4. Pengolahan Data
Pengolahan dokumen Susenas terdiri dari kegiatan receiving-batching, editing-coding, entry,
kompilasi data, dan tabulasi. Kegiatan receiving-batching, editing-coding,
dan entry dilakukan sepenuhnya di BPS Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, kegiatan kompilasi data dan tabulasi dilakukan di BPS Provinsi dan
BPS Pusat.